expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 31 Mei 2015

Gangguan Psikologi pada Masa Kehamilan-Blog Kebidanan

GANGGUAN PSIKOLOGIS PADA MASA KEHAMILAN


A.  Gangguan psikologis pada pasangan infertile
Infertilitas merupakan suatu kondisi yang menunjukkan ketidakmampuan suatu pasangan untuk mendapatkan atau menghasilkan keturunan. Beda halnya infertil yang berarti kekurangmampuan suatu pasangan untuk menghasilkan keturunan dan bukan ketidakmampuan mutlak.
1.    Penyebab infertilitas
a.    Usia kesuburan untuk pria didapat ketika berusia 24-25 tahun dan 21-24 tahun untuk wanita, sebelum usia tersebut kesuburan belum benar matang dan setelahnya berangkat menurun.
b.    Frekuensi hubungan seksual
c.    Lingkungan: baik fisik, kimia, maupun biologi ( radiasi, rokok, narkotik, alkohol, dan lain-lain).
d.   Gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu.
e.    Stress psikis mengganggu siklus haid libido, serta kesulitan spermatocista dan lain-lain.
f.     Kelainan anatomi dan fisiologi saluran reproduksi atau organ reproduksi wanita seperti vagina, uterus, serviks, tuba fallopi, dan ovarium.
g.    Faktor lain: prolactinoma( tumor pada hipofisis), hiper/hipotiroid (kelebihan / kekurangan hormon tiroid).
2.    Tanda gejala gangguan psikologis pada wanita infertilitas
Dalam buku psikologi wanita karangan kartini kartono (2006) disebutkan gambaran tentang gangguan psikologis pada wanita yang infertil yaitu sebagai berikut:
a.    Ada kebiasaan  dan religi dari banyak suku bangsa di dunia yang menegaskan bahwa wanita tiddak mampu melahirkan anak adalah wanita binferior. Hal inilah yang membuat wanita  yang tidak mampu memberikan keturunan menjadi rendah diri dan kehilangan percaya diri.
b.    Pada beberapa wanita yang lain, selalu berusaha mengingkari trauma sterilitasnya dengan justifikasi bahwa ia tidak menginginkan kehadiran anak dalam kehidupannya.
c.    Sebagai manifestasi dari sterilitassnya, banyak wanita infertil mengambil substitusi lain dengan cara mengembangkan hobi, meniti karier, mengadopsi anak, dan lainnya.
d.   Setiap kegagalan dan kekecewaan selalu diproyeksikan kepada orang lain.
e.    Adapula wanita steril yang memiliki sifat pseudo-keibuan, menghibur diri dengan memilih pekerjaan yang bersifat keibuan.
3.    Pengelolaan  gangguan psikologis pada infertilitas
Gangguan psikologis pada infeertilitas merupakan siklus yang tidak terputus. Infertilitas dapat disebabkan oleh adanya gangguan psikologis yang menghambat proses reproduksi itu sendiri dan dampak dari infertilitas ini juga mengakibatkan gangguan psikologis. Adapun penanganannya dapat dilakukan dengan konseling baik secara individu atau konseling pasangan, mengingat kondisi ini melibatkan kedua belah pihak, yaitu suami dan istri.

B.  Gangguan Psikologis pada Kehamilan Palsu (Pseudocyesis)
Kehamilan palsu adalah suatu keadaan dimana seorang wanita berada dalam kondisi yang menunjukkan berbagai tanda dan gejala kehamilan seperti tidak mendapatakan menstuasi, adanya mual muntah, pembesaran perut, peningkatan berat badan, dan gejala kehamilan lainnya bahkan kadang kala hasil tes urine dapat menjadi positif palsu(false positive), tetapi sesungguhnya tidak benar-benar hamil (Suririnah, 2005). Faktor yang sangat sering berhubungan dengan terjadinya kehamilan palsu adalah faktor emosional/psikis yang menyebabkan kelenjar pituitari terpengaruh sehingga menyebabkan kegagalan sistem endokrin dalam mengontrol hormon yang menimbulkan keadaan seperti hamil.
1.    Tanda gejala gangguan psikologis pada pseudocyesis
Wanita dengan pseudocyesis memiliki kondisi psikologis seperti berikut ini:
a.    Adanya sikap yang ambivalen terhadap kehamilannya yaitu ingin sekali menjadi hamil, sekaligus tidak ingin menjadi hamil. Ingin memiliki anak yang dibarengi dengan rasa takut untuk menetralisasi keinginan mempunyai anak.
b.    Keinginan untuk menjadi hamil terutama sekali tidak timbul dari dorongan keibuan, akan tetapi khusus dipacu oleh dendam , sikap bermusuhan, dan harga diri. Sebagai contoh pada wanita yang steril.
c.    Secara bersamaan muncul kesediaan untuk menyadari sekaligus kesediaan untuk tidak mau menyadari bahwa kehamilannya adalah ilustrasi belaka.
d.   Wanita dengan pseudocyesis tidak terlepas dari pseudologi, yaitu fantasi-fantasi kebohongan yang selalu ditampilkan ke depan untuk mengingkari hal-hal yang tidak menyenagkan.
2.    Pengelolaan gangguan psikologis pada pseudocyesis
Peristiwa pseudocyesis merujuk pada peristiwa pseudologia, yaitu fantasi-fantasi kebohongan yang selalu ditampilkan ke depan untuk mengingkari atau menghindari realitas yang tidak menyenangkan. Wanita pseudocyesis ingin sekali menonjolkan egonya untuk menutupi kelemahan dirinya, oleh karena itu dipilihlah aliran konseling psikoanalisis dengan menekankan pentingnya riwayat hidup klien, pengaruh dari pengalaman diri pada kepribadian individu, serta irasionalitas dan sumber-sumber tak sadar dari tingkah laku manusia. Peran konselor dalam hal ini adalah menciptakan suasana senyaman mungkin agar klien merasa bebas untuk mengekspresikan pikiran-pikiran yang sulit. Proses ini bisa dilakukan dengan meminta klien berbaring di sofa dan konselor di belakang (sehingga tidak terlihat). Konselor berupaya agar klien mendapat wawasan dengan menyelami kembali dan kemudian menyelesaikan pengalaman masa lalu yang belum terselesaikan. Dengan begitu klien diharapkan dapat memperoleh kesadaran diri, kejujuran dan hubungan pribadi yang lebih efektif, dapat menghadapi ansietas dengan realistis, serta dapat mengendalikan tingkah laku irasional. (Lesmana, 2006).




C.  Gangguan psikologis pada kehamilan di luar nikah
1.    Fenomena kehamilan di luar nikah
Remaja bisa saja mengatakan bahwa seks bebas atau seks pranikah itu aman untuk dilakukan. Namun, bila remaja melihat dan memahami akibat dari perilaku itu, ternyata lebih banyak membawa kerugian. Salah satu risikonya adalah kehamilan di luar nikah. Sungguh merupakan suatu permasalahan kompleks yang dapat menghancurkan segalanya, masa muda, pendidikan, kepercayaan dan kebanggan orang tua, serta pandangan negatif dari masyarakat. Selain itu, kehamilan yang tidak diinginkan yang juga mengarah pada tindakan aborsi kriminalis.
2.    Tanda gejala gangguan psikologis pada kehamilan di luar nikah
Umumnya kehamilan di luar nikah dialami oleh remaja, dimana remaja dengan rentang usia 12-19 tahun memiliki kondisi psikis yang labil, karena masa ini merupakan masa transisi dan pencarian jati diri. Dengan kehamilan di luar nikah banyak permasalahan yang akan dihadapi oleh remaja natara lain adalah sebagai berikut:
a.    Timbulnya perasaan takut dan bingung yang luar biasa, terutama pada wanita yang menjadi objek akan merasakan ketakutan besar terhadap respons orang tua, dan biasanya mereka menutupi kehamilannya hingga didapatkan tindakan lain.
b.    Rasa ketakutan jika kekasih yang menghamilinya tidak mau bertanggung jawab dan tidak mau menolongnya keluar dari kondisi yang rumit itu.
c.    Cemas jika sampai teman-temannya mengetahui, apalagi pihak sekolah yang mungkin saja akan mengeluarkannya dari bangku sekolah.
d.   Rasa takut yang timbul karena ia sangat tidak siap menjadi seorang ibu.
e.    Timbul keinginan untuk mengakhiri kehamilannya dengan aborsi (Kartono, K., 2007).
3.    Pengelolaan gangguan psikologis pada kehamilan di luar nikah
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan guna menangani permasalahan ini adalah dengan konseling humanistik, dimana manusia sebagai individu berhak menentukan sendiri keputusannya dan selalu berpandangan bahwa pada dasarnya manusia itu adalah baik (Rogers, 1971). Sebagai konselor yang ingin memberikan konseling perlu memiliki 3 karakter seperti berikut ini:
a.    Empati, adalah kemampuan konselor untuk merasakan bersama dengan klien, usaha berpikir bersama tentang dan untuk mereka (klien).
b.    Positive regard (acceptance), yaitu menghargai klien dengan berbagai kondisi dan keberadaannya.
c.    Congruence (genuineness), adalah kondisi transparan dalam hubungan terapeutik.
Oleh karena itu, di dalam menghadapi permasalahan kehamilan di luar nikah bagi para remaja, maka bidan dapat mmemberikan konseling bersama yaitu konseling keluarga, antara remaja itu sendiri, konselor dan pihak keluarga, mengingat orang tua masih memiliki andil yang besar pada kehidupan anak remaja mereka (Lesmana, 2006).

D.  Gangguan psikologis  pada kehamilan yang tidak dikehendaki
1.    Permasalahan pada kehamilan yang tidak dikehendaki
Kehamilan yang tidak dikehendaki tidak hanya terjadi pada remaja akibat hubungan yang terlampau bebas, tetapi juga pada wanita yang telah menikah sebagai akibat dari kegagalan kontrasepsi dan penolakan pada jenis kelamin bayi yang ia kandung.
2.    Tanda dan gejala gangguan psikologis pada wanita dengan kehamilan yag tidak dikehendaki
a.    Pada kehamilan yang tidak dikehendaki, wanita merasa bahwa janin yang dikandungnnya bukanlah bagian dari dirinya dan berusaha untuk mengeluarkan dari tubuhnya melalui tindakan seperti aborsi.
b.    Beberapa wanita bersikap katif-agresif , mereka sangat marah dan dendam pada kekasih dan suaminya yang merasa sanggup menanggung konsekuensi dari tindakannya. Selain itu, calon bayinya dianggap sebagai beban dan malapetaka bagi dirinya.
3.    Pengelolaan gangguan psikologis pada wanita dengan kehamilan yang tidak dikehendaki
Penanganan dalam masalah ini tidak jauh berbeda dengan penanganan pada kehamilan di luar nikah. Perbedaannya hanya pada teknik konselingnaya-karena kehamilan ini terjadi pada wankta yang telah menikah- yaitu dengan konseling pasangan.

E.   Gangguan psikologis pada kehamilan dengan keguguran
1.    Konsep keguguran / abortus
Abortus spontan adalah suatu keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus (berat 400-1.000 gram atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu), sedangan abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis (Rustam, M., 1998).
2.    Faktor penyebab abortus
a)    Kemiskinan atau ketidakmampuan ekonomi.
b)   Ketakutan terhadap orang tua.
c)    Moralitas sosial.
d)   Rasa malu dan aib.
e)    Hubungan cinta yang tidak harmonis.
f)    Pihak pria yang tidak bertanggung jawab.
g)   Kehamilan yang tidak diinginkan.

3.    Tanda dan gejala gangguan psikologis pada abortus
a)    Reaksi psikologis wanita terhadap keguguran bergantung pada konstitusi psikisnya sendiri.
b)   Menimbulkan Sindrom Pasca-abortus yang meliputi menangis terus-menerus , depresi berkepanjangan, perasaan bersalah, ketidakmampuan untuk memaafkan diri sendiri, kesedihan mendalam, amarah, kelumpuhan emosional, problem atau kelainan seksual, kekacauan pola makan, perasaan rendah diri, penyalahgunaan alcohol dan obat-obatan terlarang, mimpi-mimpi buruk dan gangguan tidur lainnya, dorongan untuk bunuh diri, kesulitan dalam relasi serangan gelisah dan panik, serta selalu melakukan kilas balik.


4.    Pengelolaan Gangguan Psikologis Pada Wanita Pasca-abortus
Sindrom Pasca-abortus berada dalam kategori “kekacauan akibat stress pasca-trauma”. The American Psychiatric Assosiation (APA) menjelaskan bahwa kekacauan akibat stress paca-trauma terjadi apabila orang mengalami suatu peristiwa yang melampaui batas pengalaman manusia biasa, di mana pengalaman ini hampir dipastikan akan mengguncangkan jiwa siapa saja. Sindrom pasca-abortus ditangani dengan konseling kejiwaan dan psikologis, namun demikian penyembuhan secara rohani juga diperlukan. Pada dasarnya, terapi konseling untuk wanita post-aborsi tidak jauh berbeda dengan konseling karena kehilangan, dimana dalam konseling ini harus memperhatikan setiap fase dalam penerapannya.

F.   Gangguan  Psikologi pada Kehamilan dengan Janin Mati
Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, kegawatan janin, dan akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak terobati ( Saipuddin, A.B, 2007).
1.    Tanda dan Gejala Gangguan Psikologis pada Kehamilan dengan Janin  Mati
Ibu dan bayi yang meninggal pada periode perinatal akan mengalami kesedihan yang mendalam. Selama kehamilan mereka telah mulai mengenali dan merasa dekat dengan bayinya. Ibu yang mengalami proses kehilangan/kematian janin dalam kandungan akan merasakan kehilangan. Pada proses berduka ini, ibu memperlihatkan perilaku yang khas dan merasakan reaksi emosional tertentu, yang dapat dikelompokkan dalam berbagai tahapan berikut.
a.    Menolak (denial). Ketika disampaikan janinnya mati,reaksi ibu pertama kali adalah syok dan menyangkal bahwa janinnya telah mati.
b.    Marah (anger). Beberapa ahli menyebutkan ini sebagai tahap pencarian. Orang tua/ibu marah, mengapa bayinya sampai bisa meninggal.
c.    Tawar-menawar ( bargaining). Dalam fase ini ortu/ibu akan mulai menawar, seandainya bayinya tidak meninggal ia akan melakukan hal tertentu asal bayinya tetap hidup.
d.    Depresi ( depression). Emosi predominan dalam fase ini adalah kesedihan berduka diiringi dengan kehilangan, mereka menolak dan menarik diri, orang tua mungkin akan mengalami kesulitan untuk kembali ke kehidupan normal sehari-hari.
e.    Menerima (acceptance). Fase akhir dari berduka meliputi penerimaan rasa kehilangan dan kembali ke aktivitas normal sehari-hari. Hal yang sangat personal ini membutuhkan waktu berbulan-bulan.
2.    Pengelolaan gangguan psikologis pada kehamilan dengan janin mati
Dalam memberikan bantuan dan konseling pada ibu dengan janin mati harus disesuaikan dengan fase dimana ia berada. Dengan memperhatikan hal itu diharapkan bantuan yang diberikan adalah bantuan yang tepat,bukan bantuan yang justru membuat keadaan semakin kacau.

G.  Gangguan Psikologis pada Kehamilan dengan Ketergantungan Obat
Kehamilan dengan ketergantungan obat didefinisikan sebagai kondisi suatu kehamilan, dimana terdapat pola penggunaan zat psikoaktif dan zt lain yang memiliki implikasi berbahaya bagi wanita dan janinnya atau bbl (Varney,2007).
1.    Jenis-jenis obt yang menimbulkan ketergantungan
a.    Antikolinergik
Yaitu jenis obat yang memberikan efek menenangkan,membuat pemakai tidak atau kurang mampu merasakan sensasi. Banyak digunakan dalam tindakan medis seperti anestesi (pembiusan), meliputi Atropin, Beladona, dan Skopolamin.
b.    Kanabis/ganja
Yaitu jenis-jenis obat yang tergolong dalam kelas Canabis sativa atau tanaman rami. Tanaman semak/perdu yang tumbuh secara liar di hutan yang mana daun, bunga, dan biji kanabis berfungsi untuk relaksan dan mengatasi keracunan ringan (infoksikasi ringan). Jenisnya antara lain adalah Mariyuana, Tetra hidrocanabinol (THC), dan Ganja.        
c.    Sedative pada susunan system saraf pusat
Yaitu bebagai jenis obat-obatan yang mampu menenangkan atau menjadikan fase relaksasi pada system SSP, yaitu barbiturate, klordiazepoksid, diazepam, flurazepam, glutetimida, dan meprobamat.
d.   Stimulant pada SSP
Yaitu berbagai jenis obat-obatan yang mampu menstimulasi kerja SSP yang terdiri atas antiobesitas, amfetamin, kokain, metilfedinat, metaqualon, dan fenmetrazin.
e.    Halusinogen
Yaitu berbagai jenis obat-obatan yang memberikan efek rasa sejahtera dan euphoria ringan, serta  membuat pemakainya berhalusinasi, yaitu LSD, ketamin, meskalin, dimetiltriptamin, dan fensiklidin.
f.     Opiate/narkotik
Opiate  atau opium adalah bubuk yang dihasilkan langsung oleh tanaman yang bernama Poppy / Papaver Sonmiverum dimana didalam tanaman tersebut terkandung morfin yang sangat baik untuk menghilangkan rasa saikit dan kodein yang berfungsi sebagai antitusif.jenisnya antara lain adalah kodein, heroin, hidromorfon, meperidin, morfin, opium, pentazosin, dan tripelenamin.

2.    Tanda dan gejala gangguan psikologis pada kehamilan dengan ketergantungan obat
a.    Wanita dengan ketergantungan obat cenderung memiliki angka depresi, kepanikan, dan   fobia yang lebih tinggi dari pria, sehingga jika ia dalam masa kehamilan akan memberikan dampak buruk bagi janinnya.
b.    Wanita dengan ketergantungan obat merasa dirinya tidak hamil, sehingga ia cenderung mengingkari kehamilannya.
c.    Wanita hamil dengan ketergantungan obat sangat beresiko terlambat dalam melakukan perawatan prenatal. Mereka enggan berinteraksi dengan system perawatan kesehatan, terutama jika mereka mereka menggunakan obat-obatan terlarang yang menyebabkan meraka ketakutan terhadap implikasi hukum.
d.    Terdapat perasaan berdosa dalam dirinya karena kehamilannya, sehingga takut bayi yang ia kandung juga akn mengalami hal seperti dirinya.
e.    Bagi wanita dengan adiksi yang tidak mau bergerak ke siklus pemulihan, setiap kekhawatiran pada bayinya mungkin dikesampingkan oleh kekhawatirannya mendapatkan obat.
f.     Adakalanya kehamilan menjadi katalis untuk memulai siklus pemulihan pada wanita dengan ketergantungan obat.

3.    Penanganan Gangguan Psikologis pada Kehamilan dengan Ketergantungan Obat
a.    Ketergantungan obat merupakan suatu kondisi yang tercipta karena adanya pengaruh lingkungan dan factor kebiasaan
b.    Dalam penanganan permasalahan ini perlu dilakukan konseling dengan pendekatan behavioristik, dimana konselor membantu klien untuk belajar bertindak dengan cara-cara yang baru dan pantas, atau membantu mereka untuk memodifikasi atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebih dan maladatif
c.    Tujuan dari konseling yang diberikan adalah untuk mengubah tungkah laku yang maladatif dsn belajar tingkah laku yang lebih efektif. Memfokuskan pada faktor-faktor yang memepengaruhi tingkah laku dan menemukan cara untuk mengatasi tingkah laku yang bermasalah. Dalam hal ini bidan harus mampu untuk mengubah tingkah laku maladatifnya, yang tentunya melalui tahapan-tahapan dan proses yang kontinu.
d.   Riwayat  pasien yang lengkap dengan pertanyaan secara spesifik sangat penting diperoleh bertujuan mendeteksi penyalahgunaan zat, sehingga akan dapat diperoleh factor-faktor yang mempengaruhi ketergantungan obat pada wanita tersebut. Bidan harus mengerti bahwa wanita sering kali menggunakan lebih dari 10 zat, contohnya, wanita yang menggunakan sedatif mungkin  juga menggunakan stimulasi
e.    Bidan harus mampu memberikan penguatan/reinforcement dan terus memberikan dukungan pada wanita dalam setiap tahap perubahan tingkah laku pemulihannya, dan juga menanamkan pengertian akan berharganya sang buah hati, yang dapat mendorong wanita untuk melakukan proses pemulihan. Bidan harus memberikan dukungan kontinu pada wanita saat melakukan pemulihan dan pola kekambuhan adiksi.
f.      Jadilah pendengar yang baik bagi wnaita dengan ketergantungan zat, karena sering kali penerimaan yang baik menimbulkan kepercayaan dan rasa tenang bagi wanita.
g.    Dengan perawatan yang terus-menerus,bidan dapat bekerja untuk meminimalkan komplikasi ibu dan janin, mendorong pengurangan zat dan mendukung siklus pemulihan.
h.    Bidan perlu berkolaborasi dengan tim kesehatan yang lain dalam proses pemulihan , yaitu dengan perawat, dokter, dan psikolog, serta melibatkan keluarga dalam proses pemulihan.
















DAFTAR PUSTAKA
Mansur, Herawati. 2009. Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan. Salemba Medika: Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar